Pages

Saturday, March 27, 2010

Upacara Ngaben Di Bali

Ngaben atau sering pula disebut upacara pelebon adalah upacara pembakaran mayat yang dilakukan di Bali, khususnya oleh yang beragama Hindu. Upacara tersebut dilakukan kepada orang yang telah meninggal dunia, hal tersebut dianggap sangat penting, ramai dan semarak, karena makna dari upacara ngaben yaitu keluarga dapat membebaskan arwah orang yang meninggal dari ikatan-ikatan duniawinya menuju sorga, atau menjelma kembali ke dunia melalui rienkarnasi.
Di dalam Panca Yadnya, upacara ini termasuk dalam Pitra Yadnya, yaitu upacara yang ditujukan untuk roh lelulur. Seorang Pedanda atau pendeta mengatakan manusia memiliki Bayu, Sabda, Idep, dan setelah meninggal Bayu, Sabda, Idep itu dikembalikan ke Brahma, Wisnu, Siwa.

Hari pelaksanaan Ngaben ditentukan dengan mencari hari baik yang biasanya ditentukan oleh Pedanda. Upacara Ngaben biasanya dilaksanakan oleh keluarga sanak saudara dari orang yang meninggal, sebagai wujud rasa hormat seorang anak terhadap orang tuanya. Sebelum upacara Ngaben dimulai, segenap keluarga dan handai taulan datang untuk melakukan penghormatan terakhir dan biasanya disajikan sekedar makan dan minum.
Pada tengah hari, jasad dibersihkan atau yang biasa disebut “Nyiramin” oleh masyarakat dan keluarga, “Nyiramin” ini dipimpin oleh orang yang dianggap paling tua didalam masyarakat. Setelah itu mayat akan dipakaikan pakaian adat Bali seperti layaknya orang yang masih hidup. Dan dibawa ke luar rumah untuk diletakkan di “Bade atau lembu” yang telah disiapkan oleh para warga, lalu diusung beramai-ramai, semarak, disertai suara gaduh gamelan dan “kidung suci” menuju ke tempat upacara.
“Bade dan Lembu” ini merupakan tempat mayat untuk pelaksanaan Ngaben. “Bade dan lembu” terbuat dari bambu, kayu, kertas yang beraneka warna-warni sesuai dengan golongan atau kedudukan sosial ekonomi keluarga bersangkutan. Di depan Bade terdapat kain putih yang panjang yang bermakna sebagai pembuka jalan sang arwah menuju tempat asalnya.
Kemudian bade diarak dan di setiap pertigaan atau perempatan bade akan diputar sebanyak 3 kali, dengan maksud agar roh orang yang meninggal itu menjadi bingung dan tidak dapat kembali ke keluarga yang bisa menyebabkan gangguan. Upacara ini biasanya dilakukan dengan semarak, tidak ada isak tangis, karena di Bali ada suatu keyakinan bahwa kita tidak boleh menangisi orang yang telah meninggal karena itu dapat menghambat perjalanan sang arwah menuju tempatnya.
Sesampainya di kuburan, upacara Ngaben dilaksanakan dengan meletakkan mayat di “Lembu” yang telah disiapkan, diawali dengan upacara-upacara lainnya dan doa mantra dari Ida Pedanda, kemudian “Lembu” dibakar sampai menjadi Abu. Abu ini kemudian dibuang ke Laut atau sungai yang dianggap suci. Ini merupakan rangkaian upacara akhir bagi orang yang telah meninggal, kemudian keluarga dapat dengan tenang hati menghormati arwah tersebut di pura keluarga, setelah sekian lama, arwah tersebut diyakini akan kembali lagi ke dunia.
Inilah yang menyebabkan ikatan keluarga di Bali sangat kuat, karena mereka selalu ingat dan menghormati lelulur dan juga orang tuanya. Status kelahiran kembali roh orang yang meninggal dunia berhubungan erat dengan karma dan perbuatan serta tingkah laku selama hidup sebelumnya. Secara umum, orang Bali merasakan bahwa roh yang lahir kembali ke dunia hanya bisa di dalam lingkaran keluarga yang ada hubungan darah dengannya.

0 komentar:

Post a Comment